Sabtu, 06 Februari 2016

Kisah Teladan Nabi Muhammad Saw dengan Sang Nenek Pembenci Rosululloh

Kisah Teladan Nabi Muhammad Saw dengan Sang Nenek Pembenci Rosululloh


Dikisahkan bahwa ada seorang wanita tua yang sedang melintasi gurun pasir dengan membawa beban barang bawaannya yang cukup berat. Wanita tua itu tampaknya sangat kepayahan, namun demikian dia tetap berusaha untuk membawa barang bawaannya dengan sekuat tenaga.

Tidak lama kemudian tampak dari kejauhan, seorang laki-laki muda dengan wajah yang sangat tampan datang menemui wanita tua itu. Laki-laki itu menawarkan diri kepada wanita tua tersebut untuk membantu membawa barang bawaannya dan wanita tua yang sedang kepayahan itu menerima tawaran tersebut dengan segala senang hati. Kemudian laki-laki itu pun mengangkat dan membawa barang bawaan wanita tua itu, lalu mereka berjalan beriringan.

Dalam perjalanan, wanita tua ini banyak bicara dan ternyata dia adalah seorang wanita yang senang berbicara.

“ Anak muda, senang sekali kamu mau membantu dan menemani saya dan saya sangat menghargainya ”, kata wanita itu.

Laki-laki itu hanya tersenyum mendengar ucapan wanita tua itu dan kemudian wanita tua itu berkata lagi : “ Anak muda, selama kita berjalan bersama, saya hanya punya satu permintaan untuk kamu. Janganlah kamu sekali-kali berbicara apapun tentang Muhammad, karena gara-gara dia, tidak ada lagi rasa damai dan saya merasa sangat terganggu dengan pemikirannya. Jadi sekali lagi saya minta kepada kamu, jangan berbicara apapun tentang Muhammad ”.

Laki-laki itu kembali tersenyum dan dengan sabar dia terus mendengarkan perkataan wanita tua itu. Wanita tua itu lalu melanjutkan perkataannya lagi :

“ Muhammad itu benar-benar membuat saya kesal. Saya selalu mendengar nama dan reputasinya kemanapun saya pergi. Dia dikenal berasal dari keluarga dan suku yang terpercaya, akan tetapi tiba-tiba dia memecah belah orang-orang dengan mengatakan bahwa Tuhan itu satu ”.

“ Dia menjerumuskan orang yang lemah, orang miskin dan budak-budak. Orang-orang itu berpikir mereka akan dapat menemukan kekayaan dan kebebasan dengan mengikuti jalannya. Dia merusak anak-anak muda dengan memutarbalikkan kebenaran. Dia meyakinkan mereka bahwa mereka kuat dan bahwa ada suatu tujuan yang bisa diraih. Jadi anak muda, jangan sekali-kali kamu berbicara tentang Muhammad”, kata wanita tua itu lagi dengan nada yang kesal.

Tidak lama kemudian setelah mereka berjalan, sampailah mereka di tempat tujuan. Laki-laki itu lalu menurunkan barang bawaannya dan wanita tua tersebut menatap laki-laki itu dengan senyumannya sambil berkata : “ Terima kasih banyak, anak muda. Kamu sangat baik. Kemurahan hati dan senyuman kamu itu sangat jarang saya temukan. Biarkan saya memberi satu nasihat untuk kamu, jauhi Muhammad!. Jangan pernah memikirkan kata-katanya atau mengikuti jalannya. Kalau kamu lakukan itu, maka kamu tidak akan pernah mendapatkan ketenangan. Yang ada hanya masalah.”

Laki-laki itu masih saja tersenyum ketika mendengarkan ucapan dan nasehat dari wanita tua itu. Kemudian laki-laki itu mohon diri untuk meninggalkan wanita tua itu, namun pada saat laki-laki itu berbalik menjauh, wanita itu menghentikannya : “ Maaf, sebelum kita berpisah, bolehkah saya tahu siapa namamu, anak muda?”.

Laki-laki itu kembali tersenyum kemudian dengan lembut memberitahukan namanya dan ternyata wanita itu sangat terkejut ketika laki-laki itu menyebutkan namanya.

“ Maaf, apa yang kamu bilang tadi? Kata-kata kamu tidak terdengar jelas. Telinga saya semakin tua dan terkadang saya tidak bisa mendengar dengan baik. Kelihatannya ada yang lucu, karena saya pikir tadi saya mendengar kamu mengucapkan Muhammad ”.
“ Iya, Saya Muhammad ”, laki-laki itu mengulang kata-katanya lagi kepada wanita tua itu. Wanita tua itu terpaku memandangi Rasulullah SAW dan tidak lama kemudian tiba-tiba meluncur kata-kata dari mulutnya :

“ Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya “.
di tulis oleh: Chabib Mieftah

KISAH NABI DAN RASUL DOA ISTIMEWA NABI MUSA ‘ALAIHISSALAM

KISAH NABI DAN RASUL

DOA ISTIMEWA NABI MUSA ‘ALAIHISSALAM

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Diantara nabi yang namanya sering disebut dalam Alquran adalah Nabi Musa ‘alaihis sahalatu was salam. Beliau nabi yang perjalanan sejarahnya paling sering dikisahkan dalam Alquran setelah nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian ulama menghitung, nama beliau disebutkan sebanyak 136 kali dalam Alquran. Nabi terbaik di kalangan bani Israil, termasuk ulul azmi, dan bergelar kalimullah(orang yang diajak bicara langsung oleh Allah). (Fabi Hudahum, Dr. Utsman al-Khamis, hlm. 326).
Beliau adalah Musa bin Imran, dan masih keturunan Nabi Ya’kub ‘alaihis sahalatu was salam. Allah tegaskan dalam Alquran bahwa beliau termasuk orang yang sangat banyak mendapatkan ujian kehidupan,
وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا
“Dan Kami telah memberikan cobaan kepadammu dengan berbagai macam cobaan.” (QS. Taha: 40).
Dan inilah yang menjadi rahasia mengapa sejarah beliau paling sering disebutkan dalam Alquran, agar kita bisa mengambil pelajaran dari perjuangan beliau dan usaha beliau dalam mendakwahkan kebenaran kepada seluruh umatnya. Dr. Utsman al-Khamis mengatakan,
تكرر اسمه كثيرا في كتاب الله تعالى مما يدل على أن الله يريد منا أن نتدير أحواله، وما لاقى من المشاق، والتعب والأذى والفتنة
Nama beliau disebut berulang-ulang dalam kitab Allah (Alquran) yang menunjukkan bahwa Allah menginginkan agar kita selalu merenungkan keadaan beliau, kesulitan yang beliau jumpai, rasa capek beliau, setiap gangguan dan ujian yang beliau hadapi. (Fabi Hudahum, Dr. Utsman al-Khamis, hlm. 327).
Doa Nabi Musa ‘alaihis salam
Kita kembali pada tema pembahasan tentang doa Nabi Musa. Dalam Alquran, Allah menyebutkan beberapa doa yang dipanjatkan Musa. Doa-doa itu beliau panjatkan dalam setiap kesempatan yang berbeda. Namun ada satu doa yang sangat menakjubkan, doa yang mengobati sekian banyak kegelisahan yang dialami oleh Musa,
رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
Ya Tuhanku Sesungguhnya aku sangat membutuhkan setiap kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS. Al-Qashas: 24).
Anda bisa perhatikan surat al-Qashas, Allah menceritakan Musa dari ayat 3 hingga ayat 43. Doa ini diucapkan Musa ketika beliau berada di kondisi serba susah. Diliputi rasa cemas dan ketakutan. Bagi orang awam, keadaan itu mungkin sudah dianggap puncak ujian, seolah tidak ada lagi harapan untuk hidup.
1. Firaun menjajah habis bani Israil
2. Membantai setiap bayi lelaki, dan membiarkan hidup bayi perempuan
3. Firaun membuat lemah setiap sendi kehidupan bani Israil, seolah tidak ada harapan untuk bisa bangkit memperjuangkan kemerdekaannya.
4. Allah perintahkan ibunya Musa untuk melabuhkan anaknya ke sungai.
5. Musa diasuh oleh keluarga Firaun. Musa kecil tumbuh di tengah-tengah calon musuhnya.
6. Setelah besar, Musa melarikan diri dari kerajaan Firaun. Musa membunuh pengikut Firaun ketika berusaha membantu lelaki bani Israil yang rebutan air dengan korban.
7. Musa menjadi ketakutan di kota Mesir, karena telah membunuh pengikut Firaun. Bahkan datang seorang informan, bahwa para pemimpin pasukan Firaun telah bersepakat untuk membunuh Musa.
8. Musa keluar mesir dengan penuh ketakutan, beliau berjalan ke arah Madyan.
9. Di tengah perjalanan beliau menjumpai dua wanita yang mengantri untuk mengambil air untuk ternaknya, namun mereka tidak mampu melakukannya. Kemudian dibantu Musa.
Di saat itulah, Musa merasa sangat membutuhkan pertolongan dan bantuan. Tapi tiada lagi tempat mengadu, tidak ada keluarga, tidak ada pekerjaan, tidak mungkin kembali ke Mesir dalam waktu dekat. Di saat itulah, Musa merasa sangat butuh pertolongan Tuhannya. Di bawah teduh pepohonan, beliau berdoa,
فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
Musa memberi minum ternak itu untuk menolong kedua wanita itu, kemudian dia duduk di tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku Sesungguhnya aku sangat membutuhkan setiap kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku “. (QS. Al-Qashas: 24).
Gayung pun bersambut, seusai doa Allah hilangkan keresahan Musa, setahap demi setahap. Datanglah salah satu diantara wanita yang ditolong Musa, menawarkan kepada Musa agar mampir ke rumahnya. Menemui ayah sang gadis.
1. Allah berikan jaminan keamanan kepada Musa, dengan Allah kumpulkan beliau bersama orang soleh (ayah si gadis).
2. Si ayah menikahkan Musa dengan salah satu putrinya.
3. Musa mendapatkan pekerjaan dan tempat tinggal yang aman di kota Madyan.
4. Musa mendapatkan tongkat yang akan menjadi mukjizatnya.
5. Musa diajak oleh Allah untuk menuju lembah penuh berkah, lembah Tuwa.
6. Di lembah ini, Allah berbicara langsung dengan Musa menjadikannya sebagai Nabi.
7. Musa mendapatkan banyak Mukjizat untuk melawan Firaun.
8. Allah mengangkat saudara Musa, Harun, sebagai Nabi, yang akan membantu Musa dalam berdakwah.
9. Allah memenangkan Musa dan Firaun ditenggelamkan di laut merah.
Anda bisa perhatikan, kemenangan dan keberhasilan bertubi-tubi Allah berikan kepada Musa. Yang semua itu dimulai setelah dia berdoa dengan penuh rasa harap, merasa fakir di hadapan Allah, memohon agar Allah menurunkan banyak kebaikan untuknya.
Seperti itulah diantara adab dalam berdoa. Berdoa dan memohon kepada Allah, di saat Anda merasa sangat membutuhkan pertolongan Allah, menjadikan doa mustajab. Karena Anda merasa sangat dekat dengan Allah. Sehingga doa yang dilantunkan menjadi sangat berkualitas.
Berbeda dengan doa yang sifatnya rutinitas. Membaca teks Arab, namun tidak diiringi kehadiran hati. Hanya sebatas di lisan, tanpa ada perasaan butuh kepada Allah. Kondisi ini menjadikan doa kita tidak mustajab. Sebagaimana yang dinyatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ، وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
“Berdoalah kepada Allah dengan penuh keyakinan akan dikabulkan. Ketahulilah bahwa Allah tidak akan memperkenankan doa dari seorang hamba yang hatinya lalai.” (HR. Turmudzi 3479, Hakim dalam al-Mustadrak 1817 dan dihasankan oleh al-Albani).
Allahu a’lam
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Diambil dari artikel www.KonsultasiSyariah.com

KISAH NABI DAN RASUL PELAJARAN DARI KISAH SUJUDNYA PARA MALAIKAT KEPADA ADAM

KISAH NABI DAN RASUL

PELAJARAN DARI KISAH SUJUDNYA PARA MALAIKAT KEPADA ADAM

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menempatkan Adam dan anak keturunannya dalam kedudukan yang mulia, lebih mulia dari para makhluk-Nya yang lain. Salah satu bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah setelah Allah menciptakan Adam, Allah perintahkan para malaikat untuk sujud kepada Adam ‘alaihi shalatu wa salam.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34)
Peristiwa sujudnya para malaikat kepada Adam terkadang menimbulkan polemik di sebagian umat Islam atau memang isu ini sengaja dilemparkan ke tengah-tengah umat Islam untuk menebar kerancuan dengan mempertanyakan “Mengapa Allah meridhai makhluk-Nya sujud kepada selain-Nya? Bukankah ini sama saja melegitimasi kesyirikan? Dan Iblis adalah hamba Allah yang benar-benar mentauhidkannya karena menolak untuk sujud kepada Adam”. Kurang lebih demikian kalimat rancu yang sering dibesar-besarkan oleh sebagian kalangan.
Yang perlu kita ketahui adalah para ulama membagi sujud ke dalam dua bagian; pertama, sujud ibadah dan yang kedua sujud (tahiyah) penghormatan.
Sujud ibadah hanya boleh dipersembahkan kepada Allah semata tidak boleh kepada selain-Nya. Allah tidak pernah memerintahkan satu pun dari makhluk-Nya untuk bersujud kepada selain-Nya dalam rangka untuk beribadah kepada makhluk tersebut. Para malaikat Allah perintahkan sujud kepada Adam bukan dalam rangka sujud ibadah tetapi sujud penghormatan.
Sujud penghormatan merupakan bagian dari syariat umat-umat terdahulu, kemudian amalan ini diharamkan dengan diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara contoh sujud penghormatan adalah sujudnya para malaikat kepada Nabi Adam ‘alaihissalam. Demikian juga mimpi Nabi Yusuf yang ia ceritakan kepada Ayahnya Nabi Ya’qub lalu mimpi itu menjadi kenyataan. Di dalam surat Yusuf dikisahkan,
إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ
(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.” (QS. Yusuf: 4)
وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا ۖ وَقَالَ يَا أَبَتِ هَٰذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا ۖ
Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf, “Wahai ayahku inilah ta´bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan…” (QS. Yusuf: 100)
Inilah di antara contoh-contoh sujud penghormatan yang merupakan bagian dari syariat umat terdahulu.
Pengalaman serupa juga pernah terjadi kepada Muadz bin Jabal tatkala melihat ahlul kitab di Syam. Tatkala pulang dari Syam, Muadz sujud di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
مَا هَذَا يَا مُعَاذُ قَالَ أَتَيْتُ الشَّامَ فَوَافَقْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِأَسَاقِفَتِهِمْ وَبَطَارِقَتِهِمْ فَوَدِدْتُ فِي نَفْسِي أَنْ نَفْعَلَ ذَلِكَ بِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَا تَفْعَلُوا فَإِنِّي لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِغَيْرِ اللَّهِ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Apa-apaan ini, wahai Mu’adz?” Muadz menjawab, “Aku baru datang dari Syam. Yang kulakukan ini serupa dengan mereka, (orang-orang di sana) mereja sujud untuk uskup dan pendeta-pendeta mereka. Aku pun berkeinginan melakukannya kepadamu.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jangan kau lakukan. Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk bersujud, maka akan kuperintahkan istri untuk bersujud kepada suaminya.” (HR Ibnu Majah, No. 1853).
Apa yang dilakukan penduduk Syam adalah contoh dari syariat terdahulu yang masih mereka amalkan, mereka sujud kepada pemuka-pemuka agama dan tokoh-tokoh mereka sebagai penghormatan untuk para pembesar tersebut, bukan untuk menyembah mereka.
Di antara contoh lainnya juga, ada seekor hewan melata yang sujud kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau melarangnya karena sujud kepada makhluk, baik itu sujud penghormatan terlebih lagi sujud untuk ibadah, haram hukumnya dalam syariat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam timbangan syariat Muhammad (baca: syariat Islam) sujud penghormatan sama saja dengan sujud ibadah, haram hukumnya apabila dipersembahkan kepada selain Allah.
Pelajaran lainnya yang dapat kita petik dari peristiwa sujudnya para malaikat kepada Nabi Adam‘alaihissalam adalah, iblis termasuk dari bangsa jin bukan dari golongan malaikat sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang.
Malaikat diciptakan dari cahaya, sedangkan bangsa jin termasuk iblis, Allah ciptakan dari api. Allah berfirman,
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya…” (QS. Al-Kahfi: 50)
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
Allah berfirman, “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Iblis menjawab, “Saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. Al-A’raf: 12)
Dengan demikian iblis bukanlah dari golongan malaikat, saat itu ia hanya bersama dengan para malaikat Allah yang taat. Ada yang menyatakan, dahulu iblis adalah bangsa jin yang taat kepada Allah. Inilah alasannya ia dimuliakan dengan dikumpulkan bersama para malaikat walaupun ia bukan malaikat. Namun akhirnya sifat sombongnya terlihat di hadapan para malaikat, tatkala Allah mengujinya dengan memerintahkan untuk sujud kepada Adam.
Sumber: Fabihudahum Iqtadir
Ditulis oleh Nurfitri Hadi
Artikel www.KisahMuslim.com

KISAH SAHABAT NABI

KISAH SAHABAT NABI

HANZHALAH, SANG PENGANTIN LANGIT



Seorang sahabat Nabi yang dimandikan malaikat saat wafatnya, saat ia hendak bertemu dengan AllahSubhanahu wa Ta’ala.
———————————————————————————————————————
Malam hari menyelimuti kota Madinah, bintang-bintang bertaburan membawa keheningan dan ketenangan bagi seluruh alam yang lelah oleh kesibukan siang dan letih oleh aktifitas di muka bumi. Nyanyian sore mengalun meniup lirih kelopak mata untuk memasuki alam mimpi yang indah. Malam membawa kita kepada sebuah perasaan khusus, seolah ala mini milik kita semata. Malam membebaskan ruh seorang mukmin supaya jernih sedikit demi sedikit, sehingga ia pun bisa menyatu dengan kekhusyuan yang mendalam merenungi penciptanya, bersuci dan bersujud di hadapan-Nya.
Sore itu sama seperti sore-sore biasanya, tetapi tidak bagi Hanzhalah radhiallahu ‘anhu. Hari ini adalah hari impiannya, ia mempunyai janji khusus pada sore itu, hari yang telah lama ia nantikan, hari dimana ia berjumpa dengan istri tercinta, Jamilah. Hari ini adalah hari ketika mereka berdua menjadi pengantin yang penuh bahagia.
Pertemuan Ataukah Perpisahan
Takdir Allah Ta’ala mengantarkan Hanzhalah kepada kebaikan, menikah dengan kekasihnya Jamilah dimana pagi harinya Perang Uhud menawarkan sesuatu antara benci dan cinta. Keengganan berpisah dari kekasihnya dan kerinduan akan pahala syuhada dan gugur di medan jihad meninggikan kalimat Allah. Hanzhalah pun bermalam bersama istrinya, ia tidak tahu pasti apakah ini pertemuan atau perpisahan bersama sang kekasih.
Betapa manisnya hari itu, betapa indahnya pernikahan hari itu. Aroma harum menghiasi detik demi detik, rahasia apa yang tersembunyi di balik hari itu bagi Hanzhalah radhiallahu ‘anhu dan istrinya yang dipenuhi kerinduan. Air mata bahagia pun menetes tak terasa. Ia memeluk sang kekasih seperti seorang tamu yang hendak pergi, seperti khayalan yang dilihatnya, sementara ia tidak memilikinya. Hanzhalahradhiallahu ‘anhu terlihat seperti langit, dekat tapi jauh.
Hanzhalah menyatukan cintanya yang kecil dengan cinta yang besar, agar bisa memberinya kebesaran dan kehormatan. Dia memeluknya, agar cinta dari langit yang kekal menyatu dengan cinta manusiawinya yang fana, maka masuklah kekekalan dan keadabian. Hanzhalah radhiallahu ‘anhu mengaktifkan perhitungan dan perbandingan emosional itu di hati dan pikirannya. Dia mengambil keputusannya dengan cepat seiring hembusan fajar. Manakala dia menyimak panggilan jihad, dia pun keluar dengan segera.
Dalam keadaan junub, tidak menunggu mandi, dia bangkit di tengah air mata sang kekasih dan kerinduan hati yang haus akan pandangan istri tercinta. Dia bangkit, sementara kerinduan masih berdenyut seiring detak jantungnya. Rindu kepada saat-saat bertemu yang kemudian berlalu begitu saja dan berubah menjadi angan-angan semata.
Hanzhalah berangkat. Dia telah menjadikan hawa nafsunya seperti tanah yang terinjak oleh kakinya. Cinta yang besar mengalahkan semuanya. Hanzhalah menang melawan dirinya, Hanzhalah menang atas Hanzhalah.
Cinta Adalah Air Mata… Cinta Adalah Emosi
Hanzhalah sang mujahid, sang pengantin satu malam telah bangkit menenteng senjata menyusul Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyusun barisan pasukan, menyusun barisan hati untuk dijual di jalan Allah. Hanzhalah turun ke pasar surga dan peperangan pun mulai berkecamuk.
Di awal perang, kemenangan pun sudah tampak dalam genggaman. Akan tetapi manakala para pemanah beranjak dari pos mereka, manakala penjual berubah menjadi pembeli maka timbangan peperangan pun berbalik. Orang-orang musyrik merangsek maju dengan barisannya yang kuat. Hanzhala masih terus membuktikan cintanya yang besar kepada Allah, dan dia benar-benar membuat kita malu. Dia maju ke arah Abu Sufyan bin Harb, mematahkan kaki kudanya dan membuat Abu Sufyan terpelanting jatuh ke tanah. Dalam situasi seperti itu, datanglah Syaddan bin Aswad untuk menolong Abu Sufyan dari Hanzhalah. Maka Syaddad pu berhasil membunuh sang pemiliki hati yang suci dengan sebilah tombak yang menghantam tubuh Hanzhalah.
Hanzhalah radhiallahu ‘anhu pergi meninggalkan kita, meninggalkan darah yang harum, meninggalkan pelajaran tentang pengorbanan seorang hamba kepada Allahu Subhanahu wa Ta’ala. Membangunkan jiwa kita yang tertidur dan melecut semangatnya. Mengajarkan bagaimana menunggang kuda-kuda syahadah dan membuang kuda-kuda khayalan.
Hujan Rindu dari Langit
Perang telah usai, para mujahidin berjejer menyaksikan saudara-saudara mereka yang telah membeli surga dengan jiwa-jiwa mereka. Mereka mencari sahabat-sahabat mereka yang telah gugur. Hati yang selalu menunggu janji langit sedang mencari hati yang mendahuluinya ke langit. Tangan mereka meraba-raba jasad Hanzhalah yang berlumur darah. Mereka herang dengan tetesan air yang menempel di dahinya, menetes dari ujung rambutnya mengingatkan pada air mata Jamilah yang bersedih.
Tetesan air yang masih menjadi misteri tak terpecahkan oleh para sahabat. Seandainya mereka tidak mendegat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Aku melihat para malaikat memandikan Hanzhalah bin Abu Amir di antara langit dan bumi dengan embun di dalam bejana-bejana perak.”
Kabilah Aus, kabilah Hanzhalah, selalu membanggakannya. Mereka berkata, “Di antara kami terdapat seseorang yang dimandikan malaikat, dialah Hanzhalah bin Abu Amir. Di antara kami terdapat seseorang yang jasadnya dilindungi oleh lebah, dialah Ashim bin Tsabit. Di antara kami terdapat orang yang kesaksiannya disamakan dengan kesaksian dua orang, dialah Khuzaimah bin Tsabit. Dan di antara kami terdapat orang dimana arasy Allah Maha Rahman bergoncang karena kematiannya, yaitu Saad bin Muadz.”
Kenangan Sang Kekasih
Jamilah terus mereguk kenangan akan pertemuan singkat yang terpatri dalam jiwanya. Senandung kasih abadi merek berdua tidak mungkin dilupakan wanginya, masih tercium di tempat tidurnya. Wajahnya terpampang di atap kamarnya. Setelah kedua matanya tenteram dengan cahaya kematian syahid suaminya, dia masih membayangkan melihatnya di negeri langit.
Jamilah masih menceritakan kepada para tetangga bahwa dia melihat Hanzhalah sesaat sebelum malam pernikahannya. Bagaimana mimpi itu bisa menjadi kenyataan. Jamilah bermimpi melihat langit terbelah untuk Hanzhalah, maka dia masuk dan setelah itu langit pun menutup lagi.
Sepertinya mimpi ini menghakhawatirkan Jamilah. Dia melihat mimpi itu membawa awan kelam dan ketakutan. Hingga dia meminta kepada empat orang kaumnya untuk menjadi saksi bahwa Hanzhalah telah benar-benar menikah dengannya. Siapa sangka bahwa mimpi yang dia takutkan membawa keburukan dan karenanya dia berantisipasi dari fitnah dan tuduhan ternyata justru membawa kabar gembira dari langit dan memberikan kepadanya predikat istri seorang syuhada.
Sumber: Ensiklopedi Kisah Generasi Salaf

KISAH SAHABAT NABIMUTIARA FAIDAH REKENING DAN HOTEL ATAS NAMA KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN

KISAH SAHABAT NABIMUTIARA FAIDAH

REKENING DAN HOTEL ATAS NAMA KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN

WAQAF SHADAQAH JARIYAH MILIK UTSMAN BIN AFFAN DI MADINAH

Waqaf ini berupa bangunan hotel yang disewakan..
Apakah Anda tahu kalau sahabat nabi khalifah Utsman bin Affan adalah seorang  pebisnis yang kaya raya, namun mempunyai sifat murah hati dan dermawan. Dan ternyata beliau radhiallahu ‘anhu sampai saat ini memiliki rekening di salah satu bank di Saudi, bahkan rekening dan tagihan listriknya juga masih atas nama beliau.
Bagaimana ceritanya sehingga beliau memiliki hotel atas namanya di dekat Masjid Nabawi..??
Diriwayatkan di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kota Madinah pernah mengalami panceklik hingga kesulitan air bersih. Karena mereka (kaum muhajirin) sudah terbiasa minum dari air zamzam di Mekah. Satu-satunya sumber air yang tersisa adalah sebuah sumur milik seorang Yahudi, SUMUR RAUMAH namanya. Rasanya pun mirip dengan sumur zam-zam. Kaum muslimin dan penduduk Madinah terpaksa harus rela antri dan membeli air bersih dari Yahudi tersebut.
Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda : “Wahai Sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah Ta’ala” (HR. Muslim).
Adalah Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu yang kemudian segera bergerak untuk membebaskan sumur Raumah itu. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli sumur Raumah dengan harga yang tinggi. Walau sudah diberi penawaran yang tertinggi sekalipun Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjualnya, “Seandainya sumur ini saya jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari” demikian Yahudi tersebut menjelaskan alasan penolakannya.
Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu yang ingin sekali mendapatkan balasan pahala berupa Surga AllahTa’ala, tidak kehilangan cara mengatasi penolakan Yahudi ini.
“Bagaimana kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu” Utsman, melancarkan jurus negosiasinya.
“Maksudmu?” tanya Yahudi keheranan.
“Begini, jika engkau setuju maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini milikku, esoknya kembali menjadi milikmu kemudian lusa menjadi milikku lagi demikian selanjutnya berganti satu-satu hari. Bagaimana?” jelas Utsman.
Yahudi itupun berfikir cepat,”… saya mendapatkan uang besar dari Utsman tanpa harus kehilangan sumur milikku”. Akhirnya si Yahudi setuju menerima tawaran Utsman tadi dan disepakati pula hari ini sumur Raumah adalah milik Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu.
Utsman pun segera mengumumkan kepada penduduk Madinah yang mau mengambil air di sumur Raumah, silahkan mengambil air untuk kebutuhan mereka GRATIS karena hari ini sumur Raumah adalah miliknya. Seraya ia mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk 2 hari, karena esok hari sumur itu bukan lagi milik Utsman.
Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi itupun mendatangi Utsman dan berkata “Wahai Utsman belilah setengah lagi sumurku ini dengan harga sama seperti engkau membeli setengahnya kemarin”. Utsman setuju, lalu dibelinya seharga 20.000 dirham, maka sumur Raumahpun menjadi milik Utsman secara penuh.
Kemudian Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu mewakafkan sumur Raumah, sejak itu sumur Raumah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk Yahudi pemilik lamanya.
Setelah sumur itu diwakafkan untuk kaum muslimin… dan setelah beberapa waktu kemudian, tumbuhlah di sekitar sumur itu beberapa pohon kurma dan terus bertambah. Lalu Daulah Utsmaniyah memeliharanya hingga semakin berkembang, lalu disusul juga dipelihara oleh Pemerintah Saudi, hingga berjumlah 1550 pohon.
Selanjutnya pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian Saudi menjual hasil kebun kurma ini ke pasar-pasar, setengah dari keuntungan itu disalurkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, sedang setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk rekening khusus milik beliau di salah satu bank atas nama Utsman bin Affan, di bawah pengawasan Departeman Pertanian.
wakaf sahabat usman
Begitulah seterusnya, hingga uang yang ada di bank itu cukup untuk membeli sebidang tanah dan membangun hotel yang cukup besar di salah satu tempat yang strategis dekat Masjid Nabawi.
Bangunan hotel itu sudah pada tahap penyelesaian dan akan disewakan sebagai hotel bintang 5. Diperkirakan omsetnya sekitar RS 50 juta per tahun. Setengahnya untuk anak2 yatim dan fakir miskin, dan setengahnya lagi tetap disimpan dan ditabung di bank atas nama Utsman bin Affan radhiyallahu anhu.
Subhanallah,… Ternyata berdagang dengan Allah selalu menguntungkan dan tidak akan merugi..
Ini adalah salah satu bentuk sadakah jariyah, yang pahalanya selalu mengalir, walaupun orangnya sudah lama meninggal..
Disebutkan di dalam hadits shahih dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya”. [HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i]
Dan disebutkan pada hadits yang lain riwayat Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لاِبْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ
“Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah kematiannya adalah: ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mush-haf yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnu sabil yang dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk umum, atau shadaqah yang dikeluarkannya dari hartanya diwaktu sehat dan semasa hidupnya, semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia”.
Like dan sebarkan, agar manfaat dari informasi ini tidak hanya berhenti pada anda, tapi juga bisa dirasakan oleh orang lain, sekaligus merangkai jaring pahala
Oleh : Ustadz Shalahuddin AR Daeng Nya’la (Diedit dengan penyesuaian bahasa oleh tim KisahMuslim.com)

KISAH PILIHAN BENDERA YANG TERTINGGAL

KISAH PILIHAN

BENDERA YANG TERTINGGAL

Umat Islam adalah umat yang mulia. Mulia karena berpegang pada agamanya. Semakin jauh mereka dari agama, sekadar itu pula kemuliaan hilang dari mereka. Berikut ini kisah tentang wibawa dan mulianya umat Islam di mata para musuh. Kisah ini bukan untuk membuat kita berbangga tanpa makna. Kisah ini adalah introspeksi bagi kita, sejauh mana kita meninggalkan agama ini, hingga kita menjadi begitu rendah diri.
Sepenggal Kisah Kejayaan Andalusia
Setiap kali perang meletus, pasukan Muslim membawa dan mengangkat panji-panjinya. Ketika berhasil menang dan menguasai satu kota, mereka akan menancapkan panji-panji itu di tempat-tempat tertinggi, lalu mengambilnya lagi ketika hendak pulang. Suatu ketika, pasukan al-Hajib al-Manshur (penguasa Andalusia) lupa mencabut dan mengambil panji yang telah ditancapkan di atas bukit di sejumlah benteng kota. Kota tersebut sudah berhasil mereka kuasai. Penduduknya dan pasukan musuh sudah kabur ke pegunungan terdekat. Akhirnya, mereka pergi meninggalkan kota dengan panji yang masih tertancap.
Pasukan musuh yang sudah kabur terus mengamati panji yang tertancap itu, yang menunjukkan bahwa sebagian pasukan muslim masih ada di sana untuk menyerang mereka jika keluar dari tempat-tempat persembunyian. Keadaan ini terus berlangsung selama beberapa hari. Akhirnya, mereka yakin bahwa seluruh pasukan muslim telah pergi dari kota, dan panji di atas bukit itu lupa dicabut. Oleh sebab itu, kalangan sejarawan menyebut perang ini sebagai Perang Panji/Bendera (Ghazwah al-Rayah).
Panji yang terlupakan tertancap kuat dan berdiri tegak. Itulah hari saat umat kita menjadi umat mulia dan penuh wibawa.
Pelajaran
Zaman Hajib al-Manshur memerintah Andalusia adalah sekitar tahun 368 H/979 M sampai 392 H/1002 M, kira-kira 4 abad setelah masa Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Selama 4 abad itu pula wibawa dan kemuliaan umat Islam menurun, berangsur pudar.
Rasulullah ﷺ bersabda tentang wibawa yang ia dan para sahabatnya miliki. Dari Jabir bin Abdillahradhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Allah memberikan kepadaku lima perkara yang tidak diberikan-Nya kepada seorang nabi pun sebelumku: aku ditolong (oleh Allah dalam menghadapi musuh-musuhku) dengan rasa gentar (yang Allah masukkan ke dalam hati mereka) sebelum berhadapan denganku (sejauh jarak) sebulan perjalanan…” (HR. al-Bukhari (no. 328) dan Muslim (no. 521).
Allah ﷻ berfirman menggambarkan wibawa dan kehebatan kaum muslimin di zaman Rasulullah ﷺ,
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” (QS:Al-Anfaal | Ayat: 65).
Awalnya Allah ﷻ menetapkan satu berbanding sepuluh. Ketika jumlah kaum muslimin 1:10, maka Allah ﷻ berikan kabar gembira mereka mampu mengalahkan jumlah besar tersebut. Karena kesabaran dan keimanan yang mereka miliki. Kemudian keadaan pun berubah. Dan Allah ﷻ merubah ketetapan-Nya pula,
“Sekarang Allah telah meringankan kepada kalian dan dia telah mengetahui bahwa pada kalian ada kelemahan. Maka jika ada diantara kalian seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantara kalian ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS:Al-Anfaal | Ayat: 66).
Allah ﷻ menggantinya dengan satu berbanding dua.
Ini yang terjadi di zaman Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Kemudian keadaan tersebut terus menurun hingga sampai pada zaman Hajib al-Manshur.
Bagaimana dengan zaman kita? Di zaman kita, musuh-musuh kaum muslimin sama sekali tidak takut dengan kaum muslimin. hal ini menunjukkan betapa jauhnya kita dari agama. Betapa rapuhnya kualitas iman dan Islam kita. Rasulullah ﷺ bersabda,
“Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ‘Wahn’. Kemudian seseorang bertanya, “Apa itu ‘wahn’?” Rasulullah berkata, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278).
Dari Ibnu Umar beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridha dengan pertanian, serta meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud).
Rasulullah ﷺ memberikan solusi dari kehinaan dan kerendahan ini dengan kembali kepada agama.
Mari kita kembali kepada agama kita, baik secara individu maupun masyarakat. Kembali mengkaji dan menelaah ajaran agama kita kemudian mengamalkannya dalam kehidupan.
Sumber:
– Suwaidan, Tariq. 2015. al-Andalus: al-Tarikh al-Mushawwar, Terj: Dari Puncak Andalusia. Jakarta: Zaman.
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com

KISAH TABI'IN ORANG YANG TIDAK TAKUT DENGAN KEMATIAN

KISAH TABI'IN

ORANG YANG TIDAK TAKUT DENGAN KEMATIAN

Dia adalah Sa’id bin Jubair, pewaris ilmu Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu dan Abdullah bin Umarradhiyallahu ‘anhu. Salah seorang yang paling alim di kalangan tabi’in. Beliau ditemani Abdurrahman bin al-Asy’ats ketika melawan pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan lantaran berbuat sewenang-wenang dan keterlaluan dalam melakukan pembunuhan. Pada saat Ibnul Asy’ats terkalahkan dalam perang Dairul Jamajim dan terbunuh, Sa’id tertangkap di Makkah. Gubernur Makkah yang ketika itu dijabat oleh Khalid bin Abdullah al-Qasri yang menangkapnya.
Ia dibawa menghadap kepada Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi.
Lantas Hajjaj bertanya kepadanya, “Siapa namamu?”
Ia menjawab, “Sa’id bin Jubair.”
Hajjaj berkata, “Bukan, kamu adalah Syaqi bin Kusair.”
Ia menanggapi, “Ibuku lebih mengetahui namaku daripada dirimu.”
Hajjaj menambahkan, “Celaka ibumu dan juga kamu.”
Ia menjawab, “Yang mengetahui hal ghaib bukanlah kamu.”
Hajjaj berkata, “Sungguh, saya akan mengganti duniamu dengan api yang menyala-nyala.”
Ia berkata, “Seandainya aku mengetahui hal tersebut, pastilah saya menjadikanmu sebagai Tuhan.”
Hajjaj berkata, “Apa pendapatmu mengenai Muhammad?”
Ia menjawab, “Beliau adalah Nabi yang membawa kasih sayang dan pemimmpinnya orang yang mendapat petunjuk.”
Hajjaj melanjutkan, “Apa pendapatmu mengenai Ali? Apakah ia di surga atau di neraka?”
Ia menjawab, “Jika engkau telah masuk ke dalam neraka dan kamu mengetahui siapa yang berada di dalamnya, pastilah engkau mengetahui penduduk neraka.” Hajjaj bertanya lagi, “Apa pendapatmu mengenai para khalifah?”
Ia menjawab, “Saya bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka.” Hajjaj melanjutkan, “Siapakah di antara mereka yang paling engkau sukai?”
Ia menjawab, “Orang yang paling diridhai oleh Sang Penciptaku.”
Hajjaj bertanya, “Siapa orang yang paling diridhai oleh Sang Pencipta?”
Ia menjawab, “Pengetahuan mengenai hal ini ada di sisi Dzat yang mengetahui rahasia dan bisikkan mereka.”
Hajjaj  berkata, “Saya ingin engkau jujur kepadaku.”
Ia menjawab, “Jika saya tidak menjawab pertanyaanmu, berarti saya tidak berdusta kepadamu.’
Hajjaj berkata, “Mengapa engkau tidak tertawa?”
Ia menjawab, “Bagaimana bisa tertawa seorang makhluk yang diciptakan dari tanah sedangkan tanah dapat dilalap api.”
Hajjaj berkata, “Bagaimana dengan kami yang bisa tertawa?”
Ia menjawab, “Karena hati manusia tidaklah sama.”
Hajjaj hendak membujuk Sa’id dengan keindahan dan permainan dunia. Lantas ia memerintahkan agar didatangkan mutiara, zamrud, dan permata. Semua benda tersebut dikumpulkan di hadapannya.
Sa’id berkata kepada Hajjaj, “Jika engkau mengumpulkan semua ini agar engkau terlindungi dari ketakutan pada Hari Kiamat, maka bagus. Jika tidak demikian, maka hal ini akan menjadi sebauh teror di mana semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya. Tidak ada kebaikan sedikit pun dalam sesuatu yang dikumpulkan hanya untuk dunia kecuali harta yang baik dan dizakati.”
Lantas Hajjaj menyuruh agar diambilkan alat musik gambus dan seruling. Ketika kecapi itu dimainkan dan seruling ditiup, Sa’id menangis, lalu Hajjaj bertanya, “Apa yang membuatmu menangis? Apakah permainan musik ini?”
Sa’id menjawab, “Yang membuatku menangis ialah kesedihan. Tiupan tersebut mengingatkanku akan hari agung, yaitu hari sangkakala ditiup. Sedangkan kecapi tersebut berasal dari pohon yang ditebang tanpa hak, tali senarnya berasal dari kulit kambing yang akan dibangkitkan bersamanya pada Hari Kiamat.”
Lantas Hajjaj berkata, “Celakalah engkau Sa’id!”
Sa’id menimpali, “Tidak ada celaka bagi orang yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.’
Lalu Hajjaj berkata, “Pilihlah Sa’id!” (maksudnya, pilihlah dengan cara apa saya membunuhmu).
Ia menjawab, “Terserah kamu sendiri, hai Hajjaj! Demi Allah, Engkau tidak akan membunuhku melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti akan membunuhmu dengna cara yang sama di akhirat.”
Hajjaj berkata, “Apakah kamu ingin saya ampuni?”
Ia menjawab, “Sesungguhnya ampunan ialah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan kamu tidak mempunyai hak membebaskan dan memberi ampunan.”
Hajjaj berkata kepada tentaranya, “Bawalah ia pergi, lalu bunuhlah dia.” Ketika Sa’id dibawa keluar, ia tertawa. Lantas Hajjaj diberitahu mengenai hal ini, lalu Sa’id dibawa kembali lagi.
Hajjaj bertanya, “Apa yang membuatmu tertawa?”
Ia menjawab, “Saya takjub pada kelancanganmu terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kesabaran-Nya terhadapmu.”
Hajjaj berkata, “Bunuhlah dia!”
Lalu Sa’id mengucapkan:
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-An’am: 79)
Hajjaj berkata, “Hadapkanlah wajahnya ke selain arah kiblat.” Lalu Sa’id mengucapkan:
Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” (QS. Thaahaa: 55)
Hajjaj berkata, “Sembelih dia!”
Sa’id berkata, “Sesungguhnya saya bersaksi bahwa tiada Ilah yang benar selain Allah Yang Esa. Tiada sekutu baginya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba-Nya dan rasul-Nya. Ambillah dariku sampai engkau bertemu denganku pada hari Kimat.”
Kemudian Sa’id berdoa, “Ya Allah! Janganlah engkau memberinya kesempatan untuk membunuh seorang pun setelah aku.”
Sa’id dibunuh pada bulan Sya’ban tahun 96 H. Setelah itu Hajjaj meninggal dunia pada bulan Ramadhan pada tahun itu juga. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberinya kesempatan untuk membunuh seorang pun setelah Sa’id hingga ia meninggal dunia.
Pada saat Sa’id disembelih, ternyata darahnya mengalir sangat banyak. Lantas Hajjaj memanggil para dokter. Ia menanyakan kepada mereka mengenai Sa’id dan orang-orang yang telah ia bunuh sebelumnya. Sesungguhnya orang-orang yang dibunuh sebelum Sa’id, darahnya yang mengalir hanya sedikit. Lantas para dokter menjawab, “Ketika Sa’id dibunuh, nafasnya masih bersamanya. Darah itu mengikuti nafas. Sedangkan selain Sa’id, ternyata nafasnya telah hilang lantaran ketakutan. Oleh karena ituah darah yang mengalir hanya sedikit.”
Ketika Hasan al-Basri mengetahui bahwa Hajjaj telah membunuh Sa’id bin Jubair dengan cara disembelih, maka ia berdoa, “Ya Allah! Binasakanlah orang fasik yang keterlaluan itu. Demi Allah, seandainya semua yang ada di antara langit dan bumi bekerja sama untuk membunuh Sa’id. Pastilah Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menceburkan mereka semua ke dalam neraka.”
Ketika Hajjaj menjelang kematiannya, ia mengalami pingsan kemudian sadar kembali dan berujar, “Apa yang terjadi pada diriku dan Sa’id bin Jubair?” Pada saat sakit, ketika tidur ia pernah bermimpi melihat Sa’id sedang memegang ujung pakaiannya dan berkata kepadanya, “Hai musuh Allah! Dalam rangka apa kamu membunuhku?” Lantas ia pun terbangun dalam keadaan ketakutan. Ia berkata, “Apa yang terjadi pada diriku dan Sa’id bin Jubair?” Setelah Hajjaj meninggal dunia ia dimimpikan di dalam tidur, lalu ditanyakan kepadanya, “Apa yang diperbuat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadapmu?” Ia menjawab, “Dia membunuhku untuk setiap orang-orang yang kubunuh. Dan Dia membunuhku sebanyak 70 kali karena saya membunuh Sa’id bin Jubair.”
Sa’id bin Jubair merupakan salah seorang yang paling hafal Alquran al-Karim dan sangat mengetahui tafsir sebagaimana ia juga orang yang paling mengetahui hadis, halal, dan haram. Wafa’ bin Iyas berkata, “Pernah suatu hari Sa’id berkata kepadaku pada bulan Ramadhan, ‘Pertahankanlah untuk terus membaca Alquran.’ Makanya, beliau tidak beranjak dari tempatnya sebelum mengkhatamkan Alquran. Sa’id berkata mengenai dirinya sendiri, “Saya membaca Alquran secara keseluruhan di dalam dua rekaat shalat sunah di Baitullah yang mulia.”
Semoga Allah merahmatinya dan memberinya pahala.
Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

TELADAN MUSLIMAH NENEK PENJAGA WAHYU ALQURAN

TELADAN MUSLIMAH

NENEK PENJAGA WAHYU ALQURAN

Tahukah Anda, Alquran diturunkan dengan 7 macam cara baca? Atau dikenal dengan Qiraat Sab’ah (qiraat tujuh). Disebut Qiraat Tujuh karena ada tujuh Imam Qiraat yang terkenal. Masing-masing memiliki langgam bacaan tersendiri. Tiap Imam Qiraat memiliki dua orang murid yang bertindak sebagai perawi (periwayat). Tiap perawi tersebut juga memiliki perbedaan dalam cara membaca Alquran sehingga ada empat belas cara membaca Alquran yang masyhur. Apa yang kita baca dan terkenal di masyarakat kita adalah bacaan riwayat Hafs dari Ashim.
Hmm.. rada berat? Loading.. bentar, kita lanjut lagi ya
Menghafalkan Alquran –dengan satu riwayat saja- bukanlah perkara mudah. Tak banyak orang yang memiliki tekad dan mampu konsisten menjaga semangat sampai berhasil menghafalkan Alquran sempurna 30 juz. Menghafalkan Kitabullah ini butuh ketekunan. Kita bisa lihat mereka yang memulai menghafal Alquran. Pertama-tama menghafal beberapa ayat kemudian terkumpul menjadi satu surat. Ayat dan surat yang telah dihafal terus diulang-ulang sambil menambah hafalan yang baru. Keadaan tersebut terus berulang hingga beberapa bulan atau tahun ke depan. Wajar kalau penghafal Alquran begitu dihargai.
Itu baru proses menghafalkan satu riwayat, bagaimana kalau lebih dari satu riwayat? Tentu lebih sulit lagi.
Ada seorang wanita, namanya Ummu as-Saad binti Muhammad Ali Najm. Ia adalah seorang ulama wanita penghafal 10 riwayat bacaan Alquran. Seorang wanita di zaman modern ini yang sangat terkenal di bidang qiraat.
Masa Kecilnya
Ummu Saad dilahirkan pada 11 Juli 1925 di Desa Bandariyah, sebuah desa yang terletak di utara Kota Kairo, Mesir. Ia kehilangan penglihatannya di usia muda. Keluarganya berusaha mengobati matanya dengan pengobatan tradisional yang dikenal di daerah tersebut. Namun sayang, upaya mereka malah membuat Ummu Saad buta total.Ummu Saad
Kebiasaan masyarakat pedesaan di sana, apabila ada seorang anak yang buta, maka mereka mengkhidmatkan sang anak secara total untuk Alquran. Tentu ini kebiasaan yang baik, anak yang berkekurangan tidak diciutkan mentalnya dengan mengemis di jalanan atau hal-hal buruk lainnya. Ia dibesarkan dan dihibur hatinya dengan Alquran yang menyejukkan hati. Alquran yang mulia akan mewarisi kemuliaan untuk mereka. Umur 15 tahun, Ummu Saad berhasil mengkhatamkan hafalannya. Selanjutnya, Ummu Saad tinggal di Kota Iskandariyah, Mesir.
Berkhidmat Untuk Alquran
Setelah menghafalkan Alquran, Ummu Saad semakin giat menambah khazanah pengetahuannya tentang kitabullah. Ia mendatangi seorang ulama wanita, Nafisah binti Abu Ala –ulama Alquran di zamannya- untuk belajar Qiraah 10. Syaikhah Nafisah mensyaratkan suatu hal yang berat bagi siapa yang ingin mempelajari Qiraah 10. Syaratnya adalah mereka tidak boleh menikah selama-lamanya. Menurutnya, dengan menikah, para wanita akan tersibukkan dengan rumah tangga, hingga mereka luput dari 10 riwayat hafalan Alquran yang mereka tekuni. Tentu ini adalah syarat yang tidak dibenarkan syariat dan tidak boleh dipenuhi.
Nafisah sendiri teguh dengan pendiriannya. Dia tidak menikah, mesikupun banyak tokoh yang hendak menikahinya. Ia menyandang status gadis hingga wafat di usia 80 tahun. Syarat berat dari Syaikhah Nafisah diterima oleh Ummu Saad. Ia siap mengabdikan hidupnya untuk menjaga 10 riwayat Alquran tersebut.
Di usia 23 tahun, Ummu Saad telah berhasil menghafalkan 10 riwayat bacaan Alquran. Sebagai bukti kokohnya hafalannya, Syaikhah Nafisah pun memberikan ijazah pengakuan kepadanya.
Ummu Saad mengatakan, “Selama 60 tahun; menghafal, membaca, mengulang-ulang hafalan Alquran, membuatku tidak lupa sedikit pun bagian Alquran. Aku ingat setiap ayat. Tahu surat dan juz dari ayat tersebut. Tahu detil ayat-ayat yang mirip (atau serupa) dengan ayat lainnya. Dan aku tahu bagaimana membaca dengan setiap riwayat bacaan (langgam)ayat tersebut (dalam setiap qiraat). Aku merasakan betapa aku menghafalkan Alquran sebagaimana aku menghafal namaku sendiri. Aku tidak membayang-bayangkan karena lupa, satu huruf pun aku tidak lupa dan keliru pengucapannya. Aku tidak mengetahui ilmu lain selain Alquran dan qiraatnya. Aku tidak pernah menghafal, belajar, atau bahkan mendengar pelajaran selain Alquran al-Karim, matan ilmu qiraat, dan tajwid. Selain itu, aku tidak mengetahui bidang ilmu lainnya.”
Dari sini kita bisa mengetahui betapa murninya bacaan Alquran Ummu Saad karena pikirannya tidak terpengaruh dengan ilmu-ilmu lainnya.
Ummu Saad Menikah
Ummu Saad menikah dengan seorang murid terdekatnya, Syaikh Muhammad Farid Nu’man, seorang qori terkemuka di Iskandariyah. Ummu Saad mengtakan, “Aku tidak bisa memenuhi janjiku yang telah kuucapkan kepada guruku -Syaikhah Nafisah- untuk tidak menikah. Muhammad Farid, biasa menyetorkan hafalannya padaku dengan berbagai qiraat. Aku pun tertarik padanya. Sama sepertiku, ia juga mengalami kebutaan dan mengahfal Alquran sejak kecil. Aku mengajarinya selama 5 tahun lamanya. Setelah ia menyelesaikan belajar 10 qiraat dan mendapatkan riwayat dariku, ia pun melamarku. Dan aku menerimanya.”
Keduanya telah mengarungi bahtera rumah tangga selama 40 tahun, namun belum juga dikaruniai buah hati. Ummu Saad senantiasa berprasangka baik kepada Allah dan mengambil hikmah dari apa yang ia alami. Di tengah kekurangan tersebut, ia berucap, “Alhamdulillah.. Aku merasa bahwa Allah memilihku untuk selalu berada dalam kebaikan. Mungkin, sekiranya aku hamil aku akan sibuk dengan anak-anak dan terluput dari Alquran. Lalu hafalanku hilang”.
Jalur Periwayatannya
Seseorang patut berbangga ketika ia mempelajari Alquran, kemudian bacaannya telah diakui kefasihannya oleh gurunya yang memegang riwayat qiraat. Sehingga kefasihannya mendapat pengakuan sebagaimana (mirip) bacaan ketika Alquran diturunkan kepada Nabi ﷺ dari Allah ﷻ.
Berikut silsilah riwayat bacaan Alquran Ummu Saad: qiraat 10 Ummu Saad dari asy-Syathibiyyah dan ad-Durrah: Syaikhah Nafisah binti Abu al-Ala dari Abdul Aziz Ali Kahil dari Abdullah ad-Dasuqi dari Syaikh Ali al-Hadadi –Syaikhul Qurra di negeri Mesir- dari Syaikh Ibrahim al-Ubaidi dari Syaikh al-Jami’ al-Azhar, Muhammad bin Hasan as-Samnudi dari Ali ar-Rumaili dari Syaikh Muhammad bin Qasim al-Baqri dari Syaikh Abdurrahman bin Syuhadzah al-Yamani dari Ali bin Ghanim al-Maqdisi dari Muhmmad bin Ibrahim as-Samdisi dari asy-Syihab Ahmad bin Asad al-Amyuthi dari Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin al-Jazari asy-Syafi’i dari Abdurrahman bin Ahmad al-Baghdadi dari Muhammad bin Ahmad ash-Sha-igh dari Ali bin Syuja’ul Kamal adh-Dharari (Imam asy-Syathibi) dari Imam Abi al-Qasim dari Imam Ali bin Muhammad bin Hudzail al-Balansi dari Abi Dawu Sulaiman bin Najah dari Imam Abi Amr ad-Dani dari Thahir bin Ghalbun dari Ali bin Muhammad al-Hasyimi dari Ahmad bin Shal al-Asynani dari Abi Muhammad Ubaid bin ash-Shabah dari Hafsh bin Sulaiman dari Ashim bin Bahdalah bin Abi an-Najud dari Abi Abdurrahman Abdullah bin Hubaib as-Silmi dari Utsman dan Ali dan Abdullah bin Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit dari Rasulullah ﷺ yang menerima wahyu dari perantara Malaikat Jibril dari Allah ﷻ.
Itulah rantai periwayat Ummu Saad bersambung hingga Rasulullah ﷺ.
Murid-muridnya
Banyak pelajar Alquran yang mengambil riwayat darinya. Baik tua maupun muda, laki-laki atau perempuan, kalangan insinyur yang mendalami Alquran, demikian juga dokter-dokter, para guru, dosen-dosen, mahasiswa, dll.
Setiap murid, ia berikan waktu dan perhatian khusus. Masing-masing memiliki waktu tidak lebih dari 1 jam setiap harinya. Mereka membaca, kemudian dikoreksi oleh Ummu Saad kualitas bacaan surat yang telah mereka hafalkan. Ia perbaiki kesalahan-kesalahan muridnya juz per juz hingga selesai 30 juz atas bimbingannya. Koreksi bacaan atau tahsin al-qiraah dilakukan per qiraat. Sedetil itulah ia membimbing murid-muridnya.
Setiap selesai satu qiraat, ia berikan ijazah tertulis sebagai pengakuan atas kualitas bacaan sang murid. Ijazah tersebut juga sebagai bukti bahwa sang murid telah membaca Alquran di hadapannya dengan sempurna, benar, dengan detil tajwid yang tepat. Masya Allah… betapa waktunya ia dermakan untuk Alquran dan menjaga kalam ilahi.
Di antara murid-murid tersebut ada yang hanya mengambil satu qiraat. Sedikit di antara mereka yang mengambil 10 qiraat.
Murid-muridnya yang terkenal adalah dr. Ahmad Nu’aini’, Syaikh Miftah as-Sulthani, dan pengajar-pengajar Ma’had al-Qiraat di Iskandariyah.
Perjalanan Ke Hijaz
Salah seorang murid Ummu Saad menghadiahinya tiket perjalan ke tanah haram untuk menunaikan haji dan umrah. Sang murid juga menjamunya di sana. Dalam kesempatan itu pula, Ummu Saad memberikan sanad bacaan kepada puluhan penghafal Alquran dari berbagai negara. Seperti Arab Saudi, Pakistan, Sudan, Palestina, Libanon, Chad, dan Afganistan. Ijazah termuda diberikan kepada salah seorang penghafal Alquran dari Arab Saudi yang baru berusia 10 tahun.
Wafatnya Sang Penjaga Alquran
Ummu Saad wafat di waktu fajar, tanggal 16 Ramadhan 1427 H bertepatan dengan 9 Oktober 2006 M. Allah ﷻ menganugerahkannya usia cukup panjang, 81 tahun. Jenazahnya dishalatkan di wilayah Bahri, Iskandariyah, Mesir.
Semoga Allah ﷻ merahmati Ummu Saad, membalas segala usaha kebaikannya dan kesungguhannya dalam menjaga Alquran al-Karim. Sedari kecil, ia meng-akrabi Alquran. Menekuni cabang-cabang kelimuannya. Puluhan tahun berlalu dari usianya, di usia senja, ia tetap bersemangat mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk Alquran.
Penutup
Semoga kisah perjuangan Ummu Saad dalam menghafal, menjaga, dan mengajarkan Alquran mampu memberikan inspirasi kepada kita untuk menghafalkan Alquran, mempelajari hukum-hukumnya, mengamalkan dan mendakwahkannya.
Murid-murid Ummu Saad dengan beragam profesi mereka mengajarkan kepada kita, bahwa Alquran pun bisa dihafalkan oleh mereka yang sibuk.
Sumber:
– http://islamstory.com/ar/ام-السعد-قصة-كفاح-مع-كتاب-الله
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com

tulisan follow