Jumat, 10 Juli 2020

ILLEGAL CONTENTS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet. Kebutuhan akan teknologi jaringan komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut dengan juga cyberspace, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatifnya pun tidak bisa dihindari.
Seiring dengan perkembangan teknologi internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan cybercrime atau kejahatan melalui jaringan internet. Munculnya beberapa kasus cybercrime di indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, transmisi data orang lain, misalnya email dan manipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak di kehendaki ke dalam program komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa izin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain.
Adanya cybercrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer khususnya jaringan internet dan intranet. Karena informasi saat ini sudah menjadi sebuah komonditi yag sangan penting. Kemampuan yang dapat menyediakan dan mengakses informasi secara cepat dan akurat menjadi sangat esensial bagi para pemakai baik yang berupa organisasi komersial (perusahaan), Perguruan tinggi, Pemerintah, atau Individual .
1.2.            Rumusan Masalah
Rumusan yang dapat diambil dari makalah “Illegal Contents “ adalah sebaga berikut:
  1. Sejarah Cybercrime
  2. Klasifikasi Cybercrime
  3. Jenis-jenis Cybercrime
  4. Ilegal Content
1.3.            Tujuan Pembuatan Makalah
Tujuan dari pembuatan makalah “Illegal Contents” adalah sebagai berikut :
  1. Memenuhi syarat salah satu tugas mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi (EPTIK).
  2. Menambah wawasan tentang Cybercrime.
  3. Ingin mengetahui tentang kejahatan Illegal Contents.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.      Pengertian Cybercrime
Cybercrime adalah tindak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet.
Terdapat beragam pemahaman mengenai Cybercrime. Cybercrime terdiri dari dua kata yaitu "Cyber" dan "Crime". "Cyber" merupakan singkatan dari "Cyberspace", yang berasal dari kata "Cybernetics" dan "Space". Istilah "Cyberspace"  muncul pertama kali pada tahun 19984 dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer. Sedangkan "Crime" berarti "kejahatan". Seperti halnya internet dan cyberspace, terdapat berbagai pendapat mengenai kejahatan. Menurut B. Simanjuntak kejahatan merupakan "suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat. Dibiarkan yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.
Cybercrime, didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk manusia. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Tatkala tindakan kriminal telah marak di media internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak.

2.2.   Perkembangan dan Contoh Cybercrime

Dengan perkembangan teknologi atau globalisasi dibidang teknologi informasi dan komunikasi pada saat ini cybercrime akan sangat meningkat. Banyak sekali contoh cybercrime yang telah terjadi seperti penipuan penjualan barang melalui online, penipuan kartu kredit, pornografi, dan lain-lain. Munculnya kejahatan yang disebut dengan cybercrime atau kejahatan melalui jaringan internet berbanding lurus dengan perkembangan teknologi internet. Munculnya beberapa kasus cybercrime di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya e-mail, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain (berdasarkan makalah Pengamanan Aplikasi Komputer Dalam Sistem Perbankan dan Aspek Penyelidikan dan Tindak Pidana).
Adanya cybercrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet dan intranet. Bahkan telah beredar berita tertangkapnya pelaku penipuan yang mengguna media online sebagai alat untuk melakukan penipuan. Pelaku memanfaatkan jejaring sosial facebook sebagai alat untuk mencari mangsa sebagai korban penipuan.
Contoh lain cybercrime yang terjadi adalah membuat suatu program kejahatan yang digunakan untuk mendapatkan hak akses untuk memasuki/ menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, dan tanpa sepengetahuan dari pemilik. Kejahatan seperti ini kerap muncul seperti di facebook yaitu dengan menggunakan cara memberikan link kepada pengguna yang menginformasikan bahwa link tersebut sangat bermanfaat bagi pengguna seperti aplikasi berbentuk link tidak dikenal, pada saat melakukan klik pada link yang diberikan maka program jahat akan langsung menjalankan program dimana program tersebut dapat mengambil data pribadi anda seperti password serta akan mengirimkan link tersebut kepada teman anda untuk mencari korban lainnya.
2.3.      Karakteristik Cybercrime
Cybrcrime memiliki karakteristik unik yaitu:
a.        Ruang lingkup kejahatan
Ruang lingkup kejahatan cybercrime bersifat global. Crybercrime  sering kali dilakukan secara trans nasional, melintas batas negara sehingga sulit dipastikan yuridikasi hukum negara yang berlaku terhadap pelaku. Karakteristik internet dimana orang dapat berlalu-lalang tanpa identitas (anonymous) memungkinkan terjadinya berbagai aktivitas kejahatan yang tak tersentuk hukum.
b.        Sifat kejahatan
Cybercrime tidak menimbulkan kekacauan yang mudah terlihat (non-violence)
c.    Pelakukejahatan
Pelaku cybercrime lebih bersifat universal, maksudnya adalah umumnya pelaku kejahatan adalah orang-orang yang menguasai pengetahuan tentang computer, teknik pemograman dan seluk beluk dunia cyber.

BAB III
ILLEGAL CONTENTS

3.1. Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke Internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.  Sebagai contohnya, pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi, dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah dan sebagainya.
Illegal content menurut pengertian diatas dapat disederhanakan pengertiannya menjadi kegiatan menyebarkan (mengunggah,menulis) hal yang salah atau dilarang/dapat merugikan orang lain. Yang menarik dari hukuman atau sanksi untuk beberapa kasus seseorang yang terlibat dalam ‘Illegal contents’ ini ialah hanya penyebar atau yang melakukan proses unggah saja yang mendapat sangsi sedangkan yang mengunduh tidak mendapat hukuman apa apa selain hukuman moral dan perasaan bersalah setelah mengunduh file yang tidak baik.
Contoh Kasus Belakangan ini marak sekali terjadi pemalsuan gambar yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan cara mengubah gambar seseorang (biasanya artis atau public figure lainnya) dengan gambar yang tidak senonoh menggunakan aplikasi komputer seperti photoshop. Kemudian gambar ini dipublikasikan lewat internet dan ditambahkan sedikit berita palsu berkenaan dengan gambar tersebut. Hal ini sangat merugikan pihak yang menjadi korban karena dapat merusak image seseorang dan merusak nama baiknya. Dan dari banyak kasus yang terjadi, para pelaku kejahatan ini susah dilacak sehingga proses hukum tidak dapat berjalan dengan baik.
Akhir-akhir ini juga sering terjadi penyebaran hal-hal yang tidak teruji kebenaran akan faktanya yang tersebar bebas di internet, baik itu dalam bentuk foto, video, maupun berita-berita. Dalam hal ini tentu saja mendatangkan kerugian bagi pihak yang menjadi korban dalam pemberitaan yang tidak benar tersebut, seperti kita ketahui pasti pemberitaan yang beredar merupakan berita yang sifatnya negatif. Biasanya peristiwa seperti ini banyakcterjadi pada kalangan public figure, baik itu dalam bentuk foto maupun video. Seperti yang dialami baru-baru ini tersebar foto-foto mesra di kalangan selebritis, banyak dari mereka yang menjadi korban dan menanggapinya dengan santai karena mereka tidak pernah merasa berfoto seperti itu. Ada juga dari mereka yang mengaku itu memang koleksi pribadinya namun mereka bukanlah orang yang mengunggah foto-foto atau video tersebut ke internet, mereka mengatakan ada tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab melakukan perbuatan tersebut. Ada juga yang mengaku bahwa memang ponsel atau laptop pribadi mereka yang didalamnya ada foto-foto atau video milik pribadi hilang, lalu tak lama kemudian foto-foto atu video tersebut muncul di internet. Yang menarik dari Hukuman atau sanksi untuk beberapa kasus seseorang yang terlibat dalam ‘Illegal contents’ ini ialah hanya penyebar atau yang melakukan proses unggah saja yang mendapat sanksi sedangkan yang mengunduh tidak mendapat hukuman apa-apa selain hukuman moral dan perasaan bersalah setelah mengunduh file yang tidak baik.
Pelaku dan Peristiwa dalam kasus Illegal Contents:
1. Pelaku: Pelaku yang menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan illegal contents dapat perseorangan atau badan hukum, sesuai isi Pasal 1 angka 21 UU ITE bahwa “Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga Negara asing, maupun badan hukum”. Keberadaan Badan Hukum diperjelas kembali dalam Pasal 52 ayat (4) UU ITE bahwa Korporasi yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 37 UU ITE, termasuk menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan illegal contents dikenakan pemberatan pidana pokok ditambah dua pertiga.
2. Peristiwa: Perbuatan penyebaran informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik seperti dalam Pasal 27 sampai Pasal 29 harus memenuhi unsur:
a.  Illegal Contents seperti penghinaan, pencemaran nama baik, pelanggaran kesusilaan, berita bohong, perjudian, pemerasan, pengancaman, menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu, ancaman kekerasan atau menakut-nakuti secara pribadi
b.  Dengan sengaja dan tanpa hak, yakni dimaksudkan bahwa pelaku mengetahui dan menghendaki secara sadar tindakannya itu dilakukan tanpa hak.  Pelaku secara sadar mengetahui dan menghendaki bahwa perbuatan “mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik” adalah memiliki muatan melanggar kesusilaan.  Dan tindakannya tersebut dilakukannya tindak legitimate interest.
Perbuatan pelaku berkaitan illegal contents dapat dikategorikan sebagai berikut:
a.     Penyebaran informasi elektronik yang bermuatan illegal contents.
b.    Membuat dapat diakses informasi elektronik yang bermuatan illegal contents.
c.    Memfasilitasi perbuatan penyebaran informasi elektronik, membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang bermuatan illegal contents (berkaitan dengan pasal 34 UU ITE).
Solusi pencegahan cybercrime illegal contents
• Tidak memasang gambar yang dapat memancing orang lain untuk merekayasa gambar tersebut sesuka hatinya.
• Memproteksi gambar atau foto pribadi dengan sistem yang tidak dapat memungkinkan orang lain mengakses secara leluasa .
• Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
• Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.
• Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi, dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
3.2.  Contoh Kasus Illegal Content 
      Para pelaku illegal streaming aplikasi IPTV atas konten tayangan sepak bola yang berada di Jateng dan Jabar akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Dari hasil pemeriksaan aparat, para pelaku diketahui melakukan tindak pidana melalui teknologi Internet Protocol Television (IPTV) lewat aplikasi TVku Player dan Ganteng’s IPTV. Kasus ini merupakan tindak lanjut dari laporan Mola TV sebagai pemegang lisensi Mola Content & Channels. Atas perbuatannya, para tersangka kini terancam pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 4 miliar. Ancaman tersebut merujuk kepada ketentuan Pasal 118 ayat (2) jo. Pasal 25 huruf ayat (2) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
    Tim kuasa hukum Mola TV, Uba Rialin mengatakan, sejak awal pihaknya sudah beritikad baik dengan mengumumkan hak atas tayangan Mola Content & Channels melalui surat kabar nasional dan pendekatan persuasif kepada khalayak di banyak daerah, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Denpasar, Medan, Batam, Makassar, dan Balikpapan. Kemudian mereka juga memberikan peringatan tertulis kepada pihak-pihak yang diduga melakukan pelanggaran. Tapi, upaya tersebut diabaikan, sehingga mereka harus menempuh jalur hukum.

BAB IV
PENUTUP

                                       
4.1  Kesimpulan
            Illegal contents merupakan salah satu dari Cybercrime atau kejahatan yang dilakukan melalui teknologi komputer khususnya internet dan media sosial. Menurut kami yang menyusun makalah ini pelaku illegal contents ini awalnya kebanyakan karena iseng, sengaja, atau ketidak tahuan tentang hal seperti copyright, lisensi, dan sejumlah aturan lain yang harusnya sebelum mengunggah suatu content, apalagi jika menyangkut TV, Youtube, dan media sosial lain yang didalamnya juga terdapat aturan, haruslah merupakan content orisinil atau kalau tidak harus punya izin untuk mengunggah content tersebut. Dan mungkin harus ada pemberian informasi melalui seminar atau pelatihan tentang perizinan dan hal yang berkaitan dengan Illegal contents dari pemerintah.

tulisan follow