BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk
kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet. Kebutuhan akan
teknologi jaringan komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia
informasi, melalui internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar,
dan terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan
melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam.
Melalui dunia internet atau disebut dengan juga cyberspace, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya
ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak
negatifnya pun tidak bisa dihindari.
Seiring dengan perkembangan teknologi internet, menyebabkan
munculnya kejahatan yang disebut dengan cybercrime
atau kejahatan melalui jaringan internet. Munculnya beberapa kasus cybercrime di indonesia, seperti
pencurian kartu kredit, hacking
beberapa situs, transmisi data orang lain, misalnya email dan manipulasi data
dengan cara menyiapkan perintah yang tidak di kehendaki ke dalam program
komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil
dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki
komputer orang lain tanpa izin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang
menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain.
Adanya cybercrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah
sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer
khususnya jaringan internet dan intranet. Karena informasi saat ini sudah
menjadi sebuah komonditi yag sangan penting. Kemampuan yang dapat menyediakan
dan mengakses informasi secara cepat dan akurat menjadi sangat esensial bagi
para pemakai baik yang berupa organisasi komersial (perusahaan), Perguruan
tinggi, Pemerintah, atau Individual .
1.2.
Rumusan Masalah
Rumusan yang dapat diambil dari
makalah “Illegal Contents “ adalah
sebaga berikut:
- Sejarah
Cybercrime
- Klasifikasi
Cybercrime
- Jenis-jenis
Cybercrime
- Ilegal Content
1.3.
Tujuan Pembuatan Makalah
Tujuan dari pembuatan makalah “Illegal Contents” adalah sebagai berikut
:
- Memenuhi
syarat salah satu tugas mata kuliah Etika
Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi (EPTIK).
- Menambah
wawasan tentang Cybercrime.
- Ingin
mengetahui tentang kejahatan Illegal
Contents.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Cybercrime
Cybercrime adalah tindak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan
teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan
teknologi komputer khususnya internet.
Terdapat beragam pemahaman mengenai Cybercrime. Cybercrime terdiri dari dua kata yaitu "Cyber" dan "Crime".
"Cyber" merupakan singkatan
dari "Cyberspace", yang
berasal dari kata "Cybernetics"
dan "Space". Istilah "Cyberspace" muncul pertama kali pada tahun 19984 dalam
novel William Gibson yang berjudul Neuromancer.
Sedangkan "Crime" berarti
"kejahatan". Seperti halnya internet dan cyberspace, terdapat berbagai pendapat mengenai kejahatan. Menurut
B. Simanjuntak kejahatan merupakan "suatu tindakan anti sosial yang
merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan
kegoncangan dalam masyarakat. Dibiarkan yang dapat menimbulkan kegoncangan
dalam masyarakat.
Cybercrime, didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang
memanfaatkan teknologi komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan
teknologi internet. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend
perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk manusia. Namun dampak negatif
pun tidak bisa dihindari. Tatkala tindakan kriminal telah marak di media
internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak.
2.2. Perkembangan dan Contoh Cybercrime
Dengan perkembangan teknologi atau
globalisasi dibidang teknologi informasi dan komunikasi pada saat ini cybercrime akan sangat meningkat. Banyak
sekali contoh cybercrime yang telah
terjadi seperti penipuan penjualan barang melalui online, penipuan kartu kredit, pornografi, dan lain-lain. Munculnya
kejahatan yang disebut dengan cybercrime
atau kejahatan melalui jaringan internet berbanding lurus dengan perkembangan
teknologi internet. Munculnya beberapa kasus cybercrime di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking
beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya e-mail, dan
memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke
dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan
adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang
yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah
perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain (berdasarkan makalah
Pengamanan Aplikasi Komputer Dalam Sistem Perbankan dan Aspek Penyelidikan dan
Tindak Pidana).
Adanya cybercrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah
sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer,
khususnya jaringan internet dan intranet. Bahkan telah beredar berita
tertangkapnya pelaku penipuan yang mengguna media online sebagai alat untuk
melakukan penipuan. Pelaku memanfaatkan jejaring sosial facebook sebagai alat
untuk mencari mangsa sebagai korban penipuan.
Contoh lain cybercrime yang terjadi adalah membuat suatu program kejahatan yang
digunakan untuk mendapatkan hak akses untuk memasuki/ menyusup ke dalam suatu
sistem jaringan komputer secara tidak sah, dan tanpa sepengetahuan dari
pemilik. Kejahatan seperti ini kerap muncul seperti di facebook yaitu dengan menggunakan cara memberikan link kepada
pengguna yang menginformasikan bahwa link tersebut sangat bermanfaat bagi
pengguna seperti aplikasi berbentuk link tidak dikenal, pada saat melakukan
klik pada link yang diberikan maka program jahat akan langsung menjalankan
program dimana program tersebut dapat mengambil data pribadi anda seperti password serta akan mengirimkan link
tersebut kepada teman anda untuk mencari korban lainnya.
2.3. Karakteristik
Cybercrime
Cybrcrime memiliki karakteristik unik yaitu:
a.
Ruang lingkup kejahatan
Ruang lingkup kejahatan cybercrime bersifat global. Crybercrime sering kali dilakukan secara trans nasional,
melintas batas negara sehingga sulit dipastikan yuridikasi hukum negara yang
berlaku terhadap pelaku. Karakteristik internet dimana orang dapat berlalu-lalang
tanpa identitas (anonymous)
memungkinkan terjadinya berbagai aktivitas kejahatan yang tak tersentuk hukum.
b.
Sifat kejahatan
Cybercrime tidak menimbulkan
kekacauan yang mudah terlihat (non-violence)
c.
Pelakukejahatan
Pelaku cybercrime lebih bersifat universal, maksudnya adalah umumnya
pelaku kejahatan adalah orang-orang yang menguasai pengetahuan tentang
computer, teknik pemograman dan seluk beluk dunia cyber.
BAB III
ILLEGAL CONTENTS
3.1. Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke
Internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap
melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya, pemuatan suatu berita
bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain,
hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang
merupakan rahasia negara, agitasi, dan propaganda untuk melawan pemerintahan
yang sah dan sebagainya.
Illegal content menurut pengertian diatas dapat disederhanakan
pengertiannya menjadi kegiatan menyebarkan (mengunggah,menulis) hal yang salah
atau dilarang/dapat merugikan orang lain. Yang menarik dari hukuman atau sanksi
untuk beberapa kasus seseorang yang terlibat dalam ‘Illegal contents’ ini ialah hanya penyebar atau yang melakukan
proses unggah saja yang mendapat sangsi sedangkan yang mengunduh tidak mendapat
hukuman apa apa selain hukuman moral dan perasaan bersalah setelah mengunduh
file yang tidak baik.
Contoh Kasus Belakangan ini marak sekali terjadi pemalsuan gambar
yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan cara
mengubah gambar seseorang (biasanya artis atau public figure lainnya) dengan
gambar yang tidak senonoh menggunakan aplikasi komputer seperti photoshop.
Kemudian gambar ini dipublikasikan lewat internet dan ditambahkan sedikit
berita palsu berkenaan dengan gambar tersebut. Hal ini sangat merugikan pihak
yang menjadi korban karena dapat merusak image seseorang dan merusak nama
baiknya. Dan dari banyak kasus yang terjadi, para pelaku kejahatan ini susah
dilacak sehingga proses hukum tidak dapat berjalan dengan baik.
Akhir-akhir ini juga sering terjadi penyebaran hal-hal yang tidak
teruji kebenaran akan faktanya yang tersebar bebas di internet, baik itu dalam
bentuk foto, video, maupun berita-berita. Dalam hal ini tentu saja mendatangkan
kerugian bagi pihak yang menjadi korban dalam pemberitaan yang tidak benar
tersebut, seperti kita ketahui pasti pemberitaan yang beredar merupakan berita
yang sifatnya negatif. Biasanya peristiwa seperti ini banyakcterjadi pada
kalangan public figure, baik itu
dalam bentuk foto maupun video. Seperti yang dialami baru-baru ini tersebar
foto-foto mesra di kalangan selebritis, banyak dari mereka yang menjadi korban
dan menanggapinya dengan santai karena mereka tidak pernah merasa berfoto
seperti itu. Ada juga dari mereka yang mengaku itu memang koleksi pribadinya
namun mereka bukanlah orang yang mengunggah foto-foto atau video tersebut ke
internet, mereka mengatakan ada tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab
melakukan perbuatan tersebut. Ada juga yang mengaku bahwa memang ponsel atau
laptop pribadi mereka yang didalamnya ada foto-foto atau video milik pribadi
hilang, lalu tak lama kemudian foto-foto atu video tersebut muncul di internet.
Yang menarik dari Hukuman atau sanksi untuk
beberapa kasus seseorang yang terlibat dalam ‘Illegal contents’ ini ialah hanya penyebar atau yang melakukan
proses unggah saja yang mendapat sanksi sedangkan yang mengunduh tidak mendapat
hukuman apa-apa selain hukuman moral dan perasaan bersalah setelah mengunduh
file yang tidak baik.
Pelaku dan Peristiwa
dalam kasus Illegal Contents:
1. Pelaku: Pelaku yang menyebarkan informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan illegal contents dapat perseorangan atau badan hukum, sesuai
isi Pasal 1 angka 21 UU ITE bahwa “Orang adalah orang perseorangan, baik warga
negara Indonesia, warga Negara asing, maupun badan hukum”. Keberadaan Badan
Hukum diperjelas kembali dalam Pasal 52 ayat (4) UU
ITE bahwa Korporasi yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai Pasal 37 UU ITE, termasuk menyebarkan informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan illegal contents dikenakan pemberatan pidana pokok ditambah
dua pertiga.
2. Peristiwa: Perbuatan penyebaran informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik seperti dalam Pasal 27 sampai Pasal 29 harus
memenuhi unsur:
a. Illegal
Contents seperti penghinaan, pencemaran nama baik, pelanggaran
kesusilaan, berita bohong, perjudian, pemerasan, pengancaman, menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu, ancaman kekerasan atau menakut-nakuti
secara pribadi
b. Dengan sengaja dan tanpa hak, yakni dimaksudkan
bahwa pelaku mengetahui dan menghendaki secara sadar tindakannya itu
dilakukan tanpa hak. Pelaku secara sadar mengetahui dan menghendaki bahwa
perbuatan “mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik” adalah memiliki
muatan melanggar kesusilaan. Dan tindakannya tersebut dilakukannya tindak
legitimate interest.
Perbuatan pelaku berkaitan illegal contents dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Penyebaran informasi elektronik
yang bermuatan illegal contents.
b. Membuat dapat diakses informasi
elektronik yang bermuatan illegal
contents.
c. Memfasilitasi perbuatan penyebaran informasi
elektronik, membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang bermuatan illegal contents (berkaitan dengan
pasal 34 UU ITE).
Solusi pencegahan cybercrime illegal contents:
• Tidak memasang gambar
yang dapat memancing orang lain untuk merekayasa gambar tersebut sesuka
hatinya.
• Memproteksi gambar
atau foto pribadi dengan sistem yang tidak dapat memungkinkan orang lain
mengakses secara leluasa .
• Melakukan modernisasi
hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi
internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
• Meningkatkan sistem
pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.
• Meningkatkan pemahaman
serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi,
dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
3.2. Contoh Kasus
Illegal Content
Para pelaku illegal streaming aplikasi IPTV atas konten tayangan sepak
bola yang berada di Jateng dan Jabar akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
Dari hasil pemeriksaan aparat, para pelaku diketahui melakukan tindak pidana
melalui teknologi Internet Protocol Television (IPTV) lewat aplikasi TVku
Player dan Ganteng’s IPTV. Kasus ini merupakan tindak lanjut dari laporan Mola
TV sebagai pemegang lisensi Mola Content & Channels. Atas perbuatannya,
para tersangka kini terancam pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 4
miliar. Ancaman tersebut merujuk kepada ketentuan Pasal 118 ayat (2) jo. Pasal
25 huruf ayat (2) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tim kuasa hukum Mola TV, Uba Rialin mengatakan, sejak awal pihaknya
sudah beritikad baik dengan mengumumkan hak atas tayangan Mola Content &
Channels melalui surat kabar nasional dan pendekatan persuasif kepada khalayak
di banyak daerah, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta,
Denpasar, Medan, Batam, Makassar, dan Balikpapan. Kemudian mereka juga
memberikan peringatan tertulis kepada pihak-pihak yang diduga melakukan
pelanggaran. Tapi, upaya tersebut diabaikan, sehingga mereka harus menempuh
jalur hukum.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Illegal
contents merupakan salah satu dari Cybercrime atau kejahatan yang dilakukan
melalui teknologi komputer khususnya internet dan media sosial. Menurut kami
yang menyusun makalah ini pelaku illegal contents ini awalnya kebanyakan karena
iseng, sengaja, atau ketidak tahuan tentang hal seperti copyright, lisensi, dan
sejumlah aturan lain yang harusnya sebelum mengunggah suatu content, apalagi
jika menyangkut TV, Youtube, dan media sosial lain yang didalamnya juga
terdapat aturan, haruslah merupakan content orisinil atau kalau tidak harus
punya izin untuk mengunggah content tersebut. Dan mungkin harus ada pemberian
informasi melalui seminar atau pelatihan tentang perizinan dan hal yang
berkaitan dengan Illegal contents dari pemerintah.